
JAKARTA - Persoalan pesangon dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi salah satu poin tuntutan serikat buruh atau pekerja yang menolak pengesahan UU sapu jagat tersebut. Meski sudah dapat kepastian bahwa tetap akan diberikan, namun skemanya mengalami perubahan.
Pada UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diatur ketentuan pemberian pesangon yaitu sebanyak 32 kali upah. Namun, pada UU Omnibus Law Cipta Kerja nilai pesangon berkurang hingga 25 kali.
Terkait pesangon, terdapat dua hal penting di dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Pertama, akan ada penyesuaian perhitungan besaran pesangon. Kedua, ada namanya tambahan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi korban PHK.
Artinya, beban pesangon bagi pengusaha berkurang karena skemanya berubah yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar pemerintah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad berujar, secara keseluruhan aturan dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja lebih cenderung berpihak kepada kepentingan pemodal dibanding pekerja.
Lebih lanjut, Tauhid mengaku, khawatir dalam kondisi fiskal APBN yang lemah dan ancaman resesi ekonomi yang menghantui, JKP ini akan semakin menyulitkan keuangan negara dan terlalu menguntungkan pengusaha.
"Ada pergeseran yang tadinya bentuk pesangon 35 diganti menjadi 25 kali upah. Pemerintah menyiapkan program jaminan kelihangan pekerjaan. Anggarannya yang tadinya dibebankan ke swasta, tetapi akhirnya juga dibebankan (juga) kepada pemerintah," katanya, saat dihubungi VOI, Selasa, 6 Oktober.
"Dari mana BPJS mendapatkan sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, tidak masuk akal," ungkap Said dalam pernyataan yang dikutip Senin 5 Oktober.
Dalam draf final RUU Ciptaker yang beredar diperoleh VOI, pada bagian ketujuh, mengatur soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Pasal 46A:
(1) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan.
(2) Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan dan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pada draf RUU ini menjawab pertanyaan buruh, bahwa untuk mendapatkan JKP ada proses iuran yang akan disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Cuma mekanisme iurannya itu apakah ditanggung oleh negara atau buruh belum bisa dipastikan.
"BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, program jaminan hari tua, dan program jaminan kehilangan pekerjaan," jelas Pasal 83.
Sementara itu, soal jumlah maksimal pesangon diatur dalam pasal 156:
Posting Komentar