JawaPos.com–Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Irandi Putra Pratomo mengatakan, kasus Covid-19 masih menunjukkan kenaikan dan belum ada tanda-tanda grafik akan menurun.
”Kelompok umur yang paling banyak menderita Covid-19 yaitu usia produktif. Namun, yang lebih banyak meninggal dunia yaitu kelompok lansia,” ujar Irandi yang merupakan seorang dokter spesialis paru di RSUI seperti dilansir dari Antara.
Dia mengatakan, beberapa kondisi di mana transmisi Covid-19 dapat lebih menular, yaitu ruangan yang sempit dan tertutup tanpa ventilasi serta keadaan tanpa masker.
Menurut Irandi yang juga lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, beberapa pasien Covid-19 dalam beberapa penelitian mengalami efek samping atau komplikasi. Di antaranya yaitu adanya kerusakan saraf.
Tantangan yang dihadapi saat ini, kata Irandi, di antaranya masih banyak beredar hoax terkait Covid-19 bahwa virus korona merupakan senjata biologis yang dibuat suatu negara. Selain itu, ada juga hoax mencuci tangan boleh pakai air saja, menjemur barang-barang di bawah sinar matahari selama 30 menit dapat menghilangkan virus. Padahal, seharusnya masih perlu untuk didisinfeksi.
”Hal ini disebabkan masih rendahnya literasi dan kesadaran kesehatan masyarakat Indonesia. Terkait vaksin, banyak pula orang yang beranggapan bahwa vaksin dapat menjadi peluru perak (silver bullet) satu-satunya dalam menghadapi Covid-19,” tutur Irandi Putra Pratomo.
Dokter Irandi berpesan untuk tidak melupakan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas).
”5M ini sangat efektif untuk mencegah Covid-19,” ujar Irandi Putra Pratomo.
Sementara itu, dokter spesialis mikrobiologi klinik Rumah Sakit Universitas Indonesia Ardiana Kusumaningrum menyatakan, varian baru Covid-19 lebih cepat menular dengan laju 50–74 persen dari varian sebelumnya. Sejak Januari hingga Desember 2020, terdapat beberapa varian dari SARS CoV-2. Yakni sebanyak tujuh varian yang tersebar di beberapa daerah di dunia. Selain itu, banyak pula laporan kasus terkait fenomena mutasi, salah satunya di Inggris.
”Mutasi alami terjadi namun untuk SARS CoV-2 belum terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa mutasi baru membuat virus ini menjadi lebih ganas atau menyebabkan sakit lebih berat,” terang Ardiana.
Dia menjelaskan, Covid-19 memiliki perjalanan penyakit yang less severe, tapi memiliki kemungkinan transmisi yang lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu, sering dibahas terkait mutasi pada SARS CoV-2.
”Virus ini awalnya menginfeksi hewan yang akhirnya menularkan ke manusia. SARS CoV-2 berasal dari jalur keturunan yang sama dengan virus penyebab SARS, namun secara genetik jauh berbeda,” kata Ardiana.
Saksikan video menarik berikut ini:
Posting Komentar