JawaPos.com–Pakar transportasi Djoko Setijowarno menilai, beroperasinya Kereta Rel Listrik (KRL) Jogjakarta–Solo akan memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi warga di Jogjakarta, Klaten, dan Solo. Pengoperasian KRL itu tidak hanya meningkatkan aksestabilitas tetapi juga akan memudahkan integrasi dalam bertransportasi.
”Pemda (pemerintah daerah) yang dilewati mestinya betul-betul memanfaatkan keberadaan moda transportasi ini sebagai peluang meningkatkan perekonomian di daerahnya,” kata Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) seperti dilansir dari Antara, Kamis (11/2).
KRL Jogjakarta-Solo mulai beroperasi penuh melayani pengguna pada 10 Februari dengan layanan operasi 20 perjalanan setiap hari.
Menurut dia, harapan dengan pengoperasian KRL tersebut adalah meningkatkan pelayanan jasa angkutan penumpang KA, meningkatkan keselamatan lalu lintas perjalanan KA, meningkatkan pelayanan aksebilitas dan mobilitas antarmoda, serta keselamatan dan kenyamanan pengguna jasa, kinerja pengoperasian yang lebih baik, bebas polusi udara dan suara, dan kapasitas penumpang dapat lebih banyak.
Selain itu, kata dia, dapat juga meningkatkan jumlah pelancong domestik dan mancanegara untuk menikmati potensi wisata di sekitar Jogjakarta, Klaten, dan Solo.
”Surakarta-Jogjakarta yang dapat ditempuh dalam waktu satu jam 50 menit dengan jalur darat. Dengan KRL Jogja–Solo (60 kilometer), akan ditempuh dalam 68 menit. Menghemat waktu sekitar 34 menit,” terang Djoko.
Djoko mengatakan, warga Klaten akan semakin besar peluang untuk menikmati layanan kereta komuter itu. Enam stasiun kecil yang selama ini dilewati KA Prameks sekarang diaktifkan kembali untuk melayani penumpang yang akan menggunakan KRL. Keenam stasiun itu, juga terakses dengan jaringan angkutan pedesaan.
”Tapi sayangnya sekarang angkutan pedesaan di Klaten mati suri dan bahkan sulit untuk bangkit kembali tanpa ada pertolongan dari pemerintah,” ujar Djoko.
Pengajar Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang itu mengingatkan, perlunya peran pemda setempat untuk pengoperasian angkutan pedesaan, seiring dengan dioperasikannya KRL Jogjakarta–Solo. Apalagi, kata dia, wisata pedesaan dan kuliner di Klaten cukup pesat perkembangannya akhir-akhir ini. Seperti Wisata Mata Air Cokro, Umbul Pongok, Cokro Umbul Ingas. Juga kuliner pedesaan, seperti Sate Kambing Pak Suli, Bebek Goreng Pak Tohir, Bale Tirto Resto, Kafe Kopi Sawah, Wedang Kopi Prambanan, Warung Apung Rowo Jombor, Omah Eyang Resto.
Djoko mengatakan, KRL Jogjakarta–Solo menginspirasi untuk membangun hal serupa kereta perkotaan di wilayah perkotaan lain, seperti Surabaya Perkotaan (Surabaya–Lamongan, Surabaya–Sidoarjo, dan Surabaya–Mojokerto), Bandung Perkotaan (Padalarang–Bandung–Rancaekek), Semarang Perkotaan (Gubug–Semarang–Weleri).
Layanan KRL Jogjakarta–Solo, menurut dia, hendaknya dapat diperpanjang hingga Kutoarjo, Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), Bandara Internasional Adi Soemarmo, dan Sragen, serta dapat terintegrasi dengan Bus Trans Yogya dan Bus Batik Solo Trans (BST).
”Selanjutnya, perlu dipikirkan bagi warga sejak dari asal keberangkatan hingga tujuan menggunakan transportasi umum. Boleh berganti moda transportasi umum dan dapat berlangganan akan mendapatkan tarif yang lebih murah dari biasanya. Tarif langganan per minggu atau per bulan,” kata Djoko.
Saksikan video menarik berikut ini:
Posting Komentar