JawaPos.com–Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menahan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp 52 miliar di PT Pos Finansial (Posfin) Indonesia. PT Posfin merupakan anak perusahaan PT Pos Indonesia.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Barat Riyono mengatakan, dalam kasus tersebut sebetulnya ada lima tersangka. Yakni RDC, S, MT, RA, dan SN. Namun S telah meninggal dunia.
”Setelah pemanggilan ke kantor Kejati Jawa Barat dan dilakukan pemeriksaan, kemudian ditetapkan sebagai tersangka,” kata Riyono sepertti dilansir dari Antara di Bandung.
Dua tersangka, yakni RDC dan MT telah dilakukan penahanan sejak tiga pekan lalu. Sedangkan RA dan SN telah ditahan sejak Senin (4/10).
Riyono menjelaskan, peran RDC sebagai mantan Manajer Akuntansi dan Keuangan PT Posfin, S sebagai eks direktur PT Posfin, MT sebagai kepala Cabang PT Berdikari Insurance Bandung. Sedangkan RA merupakan mantan kepala Cabang PT Caraka Mulia Bandung yang merupakan broker dalam perkara tersebut dan SN selaku karyawan salah satu bank swasta di Bandung.
Riyono mengungkapkan kasus itu bermula dari RDC yang melakukan pembayaran premi sertifikat jaminan kepada PT Berdikari Insurance melalui broker PT Caraka Mulia. Namun pembayaran itu diduga di-mark up dan dibatalkan PT Berdikari sebesar Rp 2,8 miliar. Selain itu, RDC juga melakukan suatu pengadaan alat yang dikontrakkan kepada PT Posfin dengan nilai yang diajukan sebesar Rp 19 miliar.
”Proyek pengadaan itu diduga fiktif. RDC juga diduga menggunakan dana PT Posfin untuk mengakuisisi saham sejumlah perusahaan lain dengan menggunakan nama orang lain sebesar Rp 17 miliar,” ujar Riyono.
Di samping itu, lanjut Riyono, S diduga menggunakan dana PT Posfin untuk kepentingan pribadi sebesar Rp 4,2 miliar. Selain itu, diduga menggunakan dana PT Posfin Rp 9,2 miliar untuk menebus sertifikat rumah pribadinya.
”Sejumlah kegiatan yang menyimpang itu diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 52 miliar,” tutur Riyono.
Adapun keterlbatan MT, menurut Riyono, yakni terjadi pada saat RDC melakukan pembayaran premi sertifikat penjaminan kepada PT Berdikari. Diduga MT bersekongkol dengan RDC untuk membatalkan pembayaran sebesar Rp 2,8 miliar.
Usai dibatalkan, uang pembayaran premi asuransi sebesar Rp 2,8 miliar selanjutnya ditransfer RA ke rekening MT dan dua orang rekan MT sebesar Rp 871 juta. Namun premi yang dibayarkan ke rekening PT Berdikari Insurance dari Rp 2,8 miliar hanya Rp 391 juta.
”Sisa uang yang tidak dibayarkan tersebut kemudian dibagikan kepada para tersangka,” terang Riyono.
Setelah sejumlah penyelidikan, Riyono menyebut, RA diduga menikmati Rp 672 juta lebih, SN sebesar Rp 366 juta, MT sebesar Rp 302 juta, RDC sebesar Rp 202 juta, dan S sebesar Rp 700 juta. ”Mereka bersepakat pula membagi-bagi kelebihan uang premi asuransi dari yang diterima resmi PT Berdikari Insurance,” papar Riyono.
Riyono mengatakan, para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1), pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Posting Komentar