JawaPos.com – Persoalan kasus salah transfer oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dengan nilai fantastis mencapai GBP 1.714.842 (Rp 32,5 miliar) menuai sorotan banyak pihak. Salah satunya Anggota DPR Firman Subagyo.
Firman pun meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk memeriksa kemungkinan adanya kejahatan perbankan dalam kasus salah transfer tersebut.
Pada Selasa, 21 Desember 2021 lalu, nasabah prioritas BRI bernama Indah Harini, melalui kuasa hukumnya, mengumumkan menggugat bank BUMN tersebut sebesar Rp 1 triliun atas kerugian materiil dan immateriil akibat kasus salah transfer yang menyebabkan dirinya dikriminalisasi menggunakan UU No 3 Tahun 2001 Tentang Transfer Dana.
Kasus ini menyedot perhatian publik lantaran besarnya nilai transfer oleh BRI, yang disebut sebagai salah transfer dengan keterangan Invalid Kredit Account Currency dan lamanya waktu sebelum pihak bank mempermasalahkan dana fantastis yang telah ditransfernya, yakni memakan waktu sekitar 11 bulan.
“Sebaiknya direksi hingga komisaris perlu diminta keterangan terkait salah transfer. Pasalnya dengan akumulasi nilai yang fantastis hingga mencapai Rp 32,5 miliar patut diduga ada unsur kesengajaan, kejahatan atau unsur lain yang harus diteliti yang sangat merugikan nasabah,” kata Firman Subagyo kepada media, di Jakarta, Minggu (26/12).
Firman mengatakan, adalah hal yang tidak logis BRI baru mempermasalahkan dana yang ditransfer ke nasabah prioritasnya tersebut setelah 11 bulan.
Kasus tersebut pun ramai di sosmed hingga menuai tagar #SaveIndahHarini dan #UngkapKebenaranKasusIndah trending topic twitter Senin (27/12).
Henri Kusuma, kuasa hukum Indah, yang tergabung pada kantor Hukum Mastermind & Associates, mengungkapkan beberapa kejanggalan penanganan kasus salah transfer yang menyebabkan Indah Harini, seorang nasabah prioritas BRI, ditetapkan sebagai tersangka.
“Kami dilaporkan dengan pasal 85 UU transfer dana oleh Mohammad Rafky Roshap,” kata Henri, merujuk pada pelapor dari pihak BRI sebagaimana dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com.
“Apa yang menimpa ibu [Indah Harini] bisa terjadi pada siapa saja,” kata Chandra, juga kuasa hukum Indah Harini yang tergabung dalam Mastermind & Associates.
Henri dan Chandra mempertanyakan, mengapa hingga saat ini, permintaan nasabah prioritas BRI tersebut, yakni, bukti transaksi perpindahan uang yang masuk ke rekening Indah, surat resmi pemberitahuan kesalahan transfer dari BRI dan penawaran penyelesaian dari pihak bank, tak kunjung diberikan hingga saat ini.
Indah Harini menerima sembilan kali transfer dana misterius di penghujung akhir 2019, dengan nilai total GBP 1,714,842 ke rekening tabungan valas GBP miliknya. Anehnya, pihak BRI baru mempermasalahkan transferan tersebut setelah 11 bulan kemudian.
Klarifikasi BRI
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI merespons pemberitaan terkait gugatan senilai Rp1 triliun yang diajukan Indah Harini. Pemimpin Kantor Cabang Khusus BRI Akhmad Purwakajaya dalam pernyataan tertulisnya menjelaskan nasabah melayangkan gugatan kepada bank BUMN tersebut atas kejadian salah transfer pada 2019.
Menurut Akhmad, nasabah telah menerima dana yang bukan haknya dengan nilai lebih dari Rp30 miliar. Ia mengatakan bank meminta Indah mengembalikan dana tersebut, sesuai dengan ketentuan di Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
Akhmad mengatakan berdasarkan Pasal 85 UU tersebut, orang yang sengaja menguasai dan mengakui dana salah transfer sebagai haknya akan mendapat hukuman pidana penjara paling lama lima tahun. Selain itu, nasabah terancam didenda sekitar Rp 5 miliar.
“Berdasarkan hal di atas, sesuai kewajiban hukum, yang bersangkutan wajib mengembalikan dana yang bukan menjadi hak yang bersangkutan,” ujar Akhmad dalam keterangan resmi, Rabu 22 Desember 2021.
Hal tersebut menyebabkan bank BUMN tersebut langsung menempuh jalur hukum secara pidana untuk menyelesaikan masalah ini. Indah dilaporkan ke pihak kepolisian dan ditetapkan menjadi tersangka.
“BRI menghormati proses hukum yang bersangkutan, yang sedang berlangsung,” kata Akhmad.
Posting Komentar